Jumat, 16 Oktober 2009
Perkembangan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu, sebuah Bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di negeri kita kemungkinan sejal abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Namun pada waktu itu masih belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu karena orang-orang biasanya masih menggunakan bahasa daerah. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering disebut dengan istilah Melayu Pasar. Jenis bahasa ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif.Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Pada Kongres Nasional kedua yang diadakan di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional pasca kemerdekaan negara Indonesia. Sudah puluhan tahun Bahasa Indonesia berkembang sejak diikrarkannya Sumpah Pemuda. Banyak hal yang terjadi seiring berjalannya waktu. Bahasa Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan sehingga menjadi seperti sekarang ini. Bahasa Indonesia berkembang sesuai dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perkembangan Bahasa Indonesia pada kenyataannya tidak sesuai dengan harapan para pejuang yang telah mengikrarkan Sumpah Pemuda 91 tahun lalu. Kemajuan teknologi, keterbukaan komunikasi tidak mendorong kemajuan Bahasa Indonesia menjadi lebih baik, tetapi justru membuat Bahasa Indonesia yang kita banggakan berkembang dengan liar.Banyak hal yang memicu perkembangan negatif pada Bahasa Indonesia, misalnya saja penggunaan Bahasa Indonesia melalui siaran televisi. Untuk mewujudkan Bahasa Siaran yang baku memang sulit karena kita terbentur pada masalah keberagaman dialek yang ada di negara ini. Ditambah Indonesia belum dapat menghasilkan undang-undang yang mengatur tentang tata bahasanya dengan baik. Karena itulah Bahasa Indonesia berkembang liar tanpa bisa kita tanggulangi dan terperangkap pada budaya yang . Dampak terburuk adalah menjadi terlihat tidak penting lagi dan para penerus bangsa tidak lagi memberikan apresiasi dan penghargaannya terhadap Bahasa Indonesia. Hal ini diperparah dengan adanya sekolah-sekolah internasional dan diutamakannya Bahasa Inggris di sekolah-sekolah nasional negara kita.Sebenarnya Pemerintah kita telah membuat undang-undang yang mengatur tentang penggunaan Bahasa Indonesia pada penyiaran. Pada pasal 37, 38 dan 39 undang-undang nomor 32 tahun 2002 telah diatur penggunaan Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah dan Bahasa Asing yang digunakan untuk penyelenggaraan program siaran. Tetapi bagaimanakah keadaan program siaran yang ada sekarang ini? Sudahkah pihak media menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar? Sekarang ini justru bangsa kita lebih bangga menggunakan judul-judul acara yang mengandung bahasa-bahasa negara lain, terutama Bahasa Inggris.Lihatlah beberapa judul acara yang digunakan pada beberapa stasiun televisi swasta. Mereka memilih menggunakan Bahasa Inggris sebagai judul acara. Hal yang menjadi pertanyaan adalah, apakah pihak-pihak terkait melakukannya karena mengikuti globalisasi, sekedar mencari keuntungan ataukah memang telah terjadi kemerosotan kebanggan berbahasa Indonesia?Penurunan nilai kebanggaan terhadap Bahasa Indonesia melalui lembaga penyiaran yang ada di negeri ini memang sudah sangat memprihatinkan. Kosakata kasar yang terdapat dalam program-program acara di televisi di negeri kita menimbulkan dampak yang luar biasaterhadap generasi muda. Kata-kata vulgar dapat dengan mudah kita temukan dalam acara-acara televisi non-berita, seperti sinetron, infotaiment, talkshow, reality show dan program-program acara lainnya. Padahal Komisi Penyiaran Indonesia telah menetapkan peraturan yang menyatakan bahwa lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan penggunaan bahasa atau kata-kata makian yang mempunyai kecenderungan menghina/merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar serta menghina Agama dan Tuhan.Kata-kata kasar dan makian yang dilarang disiarkan mencakup kata-kata dalam Bahasa Indonesia, bahasa asing dan bahasa daerah baik diungkapkan secara verbal maupun non-verbal. Hal ini diatur dalam peraturan Komisi Penyiaran Indonesia nomor 3 tahun 2007 pasal 13.Diantara semua program-program acara yang ada, sinetron adalah program yang paling memperparah keadaan. Hal ini terbukti dari banyaknya kata-katak kasar, makian atau dialog vulgar yang terdapat dalam sebuah sinetron. Ditambah dengan adegan non-verbal yang tidak kalah kasarnya. Kata-kata yang seharusnya tidak pantas diperdengarkan dalam sebuah program siaran, ditambah dengan adegan-adegan sadisme yang diperlihatkan sudah sering kita temukan pada sebuah sinetron, dan hal ini seperti sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan masyarakat kita.Jika kita amati, pada awalnya semua sinetron di Indonesia selalu berusaha menampilkan adegan-adegan yang pantas diperlihatkan kepada para pemirsanya. Tetapi akhirnya, alur cerita dari sinetron-sinetron tersebut mulai tidak jelas dan tidak ada lagi nilai edukasi yang terdapat di dalamnya. Para produser dan semua kru yang terdapat dalam pembuatan sebuah sinetron tidak lagi memperhatikan isi dari acara yang mereka buat. Mereka tidak sadar dampak buruk yang dapat mereka hasilkan ke depannya. Saat ini, hampir seluruh generasi muda di negara kita menggunakan tutur bahasa sama seperti apa yang mereka lihat di layar televisi. Tidak jarang kita jumpai beberapa bergaya, bertingkah laku seperti para pemeran sinetron. Bahkan yang terparah, anak-anak kecil yang suka mengeluarkan kata-kata menghina, kasar dan vulgar ketika sedang bermain bersama teman-temannya.Apa yang seharusnya kita lakukan untuk menyelamatkan generasi muda negeri kita? Adakah cara untuk memperbaiki kebiasaan masyarakat yang sudah tidak lagi menghargai Bahasa Indonesia yang baik dan benar? Untuk melakukan kedua hal ini, diperlukan kerjasama dari semua pihak, baik masyarakat, penyelenggara lembaga penyiaran dan Pemerintah. Pihak-pihak yang berwenang perlu mengawasi penyiaran sebuah acara berdasarkan Undang-undang Bahasa dan Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Para orang tua sebaiknya mengawasi dan membimbing anak-anaknya ketika menonton televisi.Televisi hanya salah satu media yang saat ini menjadi perusak penggunaan Bahasa Indonesia. Selain televisi masih banyak hal lain yang perlu diperhatikan penggunaan tata bahasanya. Misalnya siaran radio, sering kali para penyiar radio menggunakan kata-kata vulgar ketika sedang siaran. Atau media cetak, saat ini sudah banyak sekali buku-buku di negara kita yang penulisannya tidak menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Para penulis lebih memilih menggunakan bahasa slang dengan alasan dapat lebih mudah diterima oleh masyarakat kita.Jadi sebagai masyarakat yang berbudaya, kita harus belajar untuk mencintai dan bangga pada bahasa leluhur kita, Bahasa Indonesia. Dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, kita ikut menjaga dan melestarikan warisan berharga yang dimiliki oleh negeri ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar